Mendaki merupakan salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh Organisasi Pecinta Alam. Bahkan, sebagian OPA, kegiatan tersebut sudah menjadi kegiatan rutin yang dilakukan pada setiap minggu, kalau enggang dikatakan setiap hari. Tapi, apakah mendaki harus dilakukan oleh Pecinta Alam?, ataukah seseorang belum dianggap mencintai alam kalau belum mendaki?. Tidak harus melakukan pendakian, jikalau hanya ingin menjadi pecinta alam. Sebab, mendaki bisa dilakukan oleh seseorang atau siapa saja yang memiliki keterampilan, kekuatan fisik dan mental, meskipun orang tersebut bukan pecinta alam.
Disini penulis tidak melarang
atau mempermasalahkan OPA melakukan kegiatan mendaki gunung, tapi setidaknya,
sebelum melakukan kegiatan tersebut, alangkah baiknya kalau di fikirkan dampak
baik buruknya, baik bagi diri si pendaki maupun alam atau gunung yang akan
didaki. Kalau dampak buruknya lebih dominan, sebaiknya dipertimbangkan kembali agar
tidak melakukan pendakian tersebut. Tapi, apakah kegiatan mendaki yang sering
dilakukan OPA ada manfaatnya untuk kelestarian alam?. Terlalu sering melakukan
pendakian di gunung, apalagi dilakukan secara massal, akan berdampak buruk bagi
kelestarian alam.
Penulis tidak menyarankan agar kegiatan
mendaki gunung dihapus atau dihilangkan di dalam OPA. Namun, hanya perlu
dibatasi pelaksanaannya, karena disamping kegiatan tersebut mengandung banyak
resiko, berupa kecelakaan, tersesat dan kematian, juga tidak banyak atau
sama-sekali tidak bermanfaat untuk kelestarian alam. Kegiatan yang seharusnya
banyak atau sering dilakukan oleh OPA adalah kegiatan Konservasi Alam, berupa
reboisasi atau penghijauan, aksi bersih dan bakti social. Serta kegiatan
lainnya, seperti diskusi-diskusi tentang masalah lingkungan dan bagaimana cara
menanganinya serta melakukan aksi kampanye kesadaran linngkungan.
Dengan demikian, apabila kegiatan-kegiatan
seperti diatas, bisa dijadikan sebagai kegiatan rutin didalam OPA, maka semua
tanggapan negative masyarakat akan berubah menjadi positive, dan akan
mengembalikan kesucian nama PECINTA ALAM dimata masyarakat yang selama ini
tercoreng oleh seseorang atau sekolompok orang yang mengaku mencintai alam. Mereka
bertingkah seolah mencintai atau peduli terhadap alam. Alih-alih peduli akan
alam, peduli terhadap dirinya sendiripun kita mungkin akan sepakat untuk
mengatakan tidak!!!. Apakah pantas dikatakan peduli, apabila mereka masih saja
sering mengkomsumsi minuman keras dan obat-obatan terlarang?. Apakah ini yang
dinamakan cinta?. Tidak menyadari dirinya sebagai bagian dari alam. Mengkomsumsi
minuman keras, akan merusak diri dan kehidupan seseorang. Jadi, merusak diri
sendiri, berarti merusak alam, karena manusia adalah bagian dari alam. Tak ada dasar
sama-sekali adanya hubungan yang selaras tentang mencintai alam kalau masih
mengkomsumsi barang haram tersebut.
Selain itu, ada sosok pecinta
alam, yang menjadi momok yang sangat menakutkan dalam setiap sisi kehidupannya.
Arogansi, solidaritas buta dan sebagainya bisa kita temui di beberapa OPA. Dan tak
jarang juga ditemukan kekerasan fisik bahkan seksual yang sampai menyebabkan
kematian yang dilakukan oleh sosok-sosok yang berada dalam OPA, yang biasanya
terjadi pada saat melakukan kegiatan Pendidikan dan Latihan Dasar (DIKLATSAR. Dan
mungkin kekerasan tersebut dilakukan oleh sosok pecinta alam, akibat pengaruh
dari minuman keras dan obat-obatan terlarang. Sangat berlawanan dengan kata
cinta yang ada pada nama pecinta alam.
Penomena sosok pecinta alam yang
belum dapat mengamalkan nilai-nilai yang tertuang dalam Kode Etik Pecinta Alam,
menjadi sebab pentingnya penekanan visi dan misi OPA di dalam melaksanakan
kegiatannya, khusunya didalam pelaksanaan kegiatan Diklatsar, yang tidak hanya
bersifat penguatan fisik dan mental semata, tetapi juga yang harus ditekankan
adalah bagaimana agar setiap anggota atau sosok OPA memiliki sikap relegius
yang tinggi, sebagaimana tujuan awalnya ingin mencintai alam, berarti ingin
mencintai Pencipta alam, sebagai pembuktian pengakuan adanya Sang Maha
Pencipta.
Dimas Putra Ramadhan, dalam salahsatu
artikelnya yang berjudul; “ Mengapa Kita Harus Naik Gunung”. Mengatakan; Jikalau
sosok-sosok yang ada dalam Organisasi Pecinta Alam, tak mau berbenah dan mengevaluasi
diri, bukan tidak mungkin Pecinta Alam akan kehilangan makna dan kesuciannya didalam perjuangannya yang sangat mulia. Bagaimana
di satu sisi bisa memanusiakan manusia dalam konteks kaderisasi dan sementara
di sisi lain berperan aktif di dalam tugasnya sebagai khalifah di muka Bumi
ini.
Masih menurut Dimas; Mulia atau
hinanya sebuah organisasi, berawal dari kesadaran-kesadaran dari para penghuni
yang membawa nama baik organisasinya. Karena, kesalahan-kesalahan sosok organisasi,
bisa di indikasikan sebagai suatu kesalahan yang ada pada organisasi yang
menaungi sosok tersebut.
Mari memulai perubahan kecil dari
disendiri, menuju perubahan yang besar untuk organisasi. Mari mulai sekarang membenahi
dan mengevaluasi diri dan organisasi untuk menyongsong masa depan Organisasi
Pecinta Alam yang cerah. Karena kesuksesan suatu organisisasi dimulai dari
kesuksesan para penghuninya. Perjuangkan dan jagalah kesucian nama PECINTA ALAM,
jangan kau coreng kesuciannya yang amat mulia. Kalau bukan kita, siapa lagi,
kalau bukan sekarang, kapan lagi.!
SALAM LESTARI…!!! Jayalah selalu
Pecinta Alam Indonesia!
0 komentar:
Posting Komentar