Mengenai Saya

Foto saya
malino, Gowa Sulsel, Indonesia
Selamat Datang di Blog Kpa Spala Gowa. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

MASA DEPAN ORGANISASI PECINTA ALAM DI INDONESIA



Organisasi pencinta alam di Indonesia sudah ada kira-kira sejak tahun 60-an. Kata Pecinta Alam, pertama kali di kumandangkan oleh Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia, pada tahun 1975. Dan pada era 1980-an, perkembangan Pecinta Alam semakin pesat di seluruh tanah air, sampai sekarang ini. Pada tahun 2010 terdata sekitar 2000 organisasi pencinta alam.
Keberadaan organisasi pecinta alam di masyarakat luas maupun di lingkungan dunia pendidikan formal pada awalnya sering diharapkan menjadi wadah untuk menempa diri pada lingkungan alam bebas. Sehingga organisasi pecinta alam di dalam melaksanakan kegiatannya sering disebut dengan olah raga alam bebas. Dalam perkembangannya aktivitas organisasi pecinta alam secara kuantitas semakin meningkat dan cukup menggembirakan, namun secara kualitas masih perlu pembinaan yang lebih baik dan terarah. Padahal, masing-masing organisasi memiliki kurikulum sendiri, yang diklaim mungkin terbaik menurut mereka. Tapi, pengakuan terbaik mungkin hanya mengarah ke teorinya saja, tapi dalam prakteknya, mungkin masih tanda tanya.
Dimata sebagian masyarakat, Organisasi Pecinta Alam hanyalah sekumpulan pemuda yang urakan, berperilaku bebas, hura-hura, kurang kerjaan dan beberapa tanggapan negative lainnya. Bahkan, ada masyarakat yang menganggap bahwa, Organisasi Pecinta Alam (OPA), hanyalah sekumpulan orang yang hanya mengaku mencintai alam, padahal tidak dalam kenyataannya, mereka hanya ingin terlihat keren dan hanya perusak alam.
Tanggapan-tanggapan seperti inilah yang harus menjadi perhatian dan perlu tindakan cepat dan nyata bagi OPA, agar tanggapan tersebut, tidak semakin menjalar dikalangan masyarakat yang pada akhirnya membuat OPA itu sendiri akan dipandang sebelah mata. Ditambah lagi, banyaknya kasus atau kejadian yang telah menimpa OPA, berupa musibah kecelakaan, kematian, kekerasan fisik dan seksual, terutama pada saat melakukan kegiatan Diklatsar, yang tak jarang sampai menyebabkan kematian.
Baca juga "Masa Depan Organisasi Pecinta Alam di Indonesia. part II
Semua tanggapan negative masyarakat, serta kasus yang sering terjadi pada OPA, akan menjadi tantangan dan ancaman besar bagi masa depan OPA di negeri ini. Bila hal ini, tidak segera dibenahi atau dicarikan solusi, maka, bukan tidak mungkin OPA akan dicap sebagai “pembunuh berdarah dingin” dan akan menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat, khususnya bagi pemuda yang ingin bergabung di OPA.
Dalam tulisan ini, akan mencoba menjawab serta memberikan setetes solusi terhadap berbagai tanggapan negative masyarakat serta kasus yang kerap menimpa OPA. Meskipun, penulis sadar bahwa hal itu, sangat sulit dilakukan. Karena disamping keterbatasan ilmu, juga karena kurangnya referensi atau bahan penulisan dalam menyusun tulisan ini. Penulis hanya merasa berkewajiban dan bertanggungjawab untuk menjaga kesucian nama PECINTA ALAM, yang selama ini telah banyak dikotori oleh seseorang atau sekelompok orang yang mengaku pecinta alam.
Langkah awal yang harus dilakukan adalah kembali memaknai arti PECINTA ALAM itu sendiri. Setelah memahami dan menghayati arti atau maknanya, selanjutnya mengenal atau mengetahui obyek yang ingin dicintai. Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Pecinta Alam, Soe Hok Gie, dalam salahsatu artikelnya yang berjudul: Menaklukkan Gunung Slamet. Ia mengatakan; ……..seseorang dapat mencintai sesuatu secara sehat, kalau ia mengenal akan obyeknya. Dari sini, bisa dipahami bahwa, kita tidak akan bisa mencintai secara sempurna atau dengan sebenar-benarnya cinta, kalau kita tidak mengetahui atau mengenal  apa dan bagaimana alam itu. Bukan cuma mengenal akan segala isi dan keindahannya saja. Tapi juga harus mengetahui kenapa alam harus dicintai, bagaimana dan seperti apa cara mencintainya. Dan yang paling utama dan patut diutamakan adalah MENCINTAI PENCIPTA YANG DICINTAI. Karena hal ini, sesuai dengan falsafah pecinta alam, yaitu Kode Etik Pecinta Alam.
Bila mengacu pada nilai-nilai yang tertuang dalam Kode Etik Pecinta Alam, maka dapat dikemukakan bahwa, tujuan OPA hendaknya lebih mengutamakan pembentukan sikap relegius yang tinggi. Sehingga, diharapkan seorang anggota OPA mampu memahami dam menghargai dirinya, sebgai seorang yang memilki nilai lebih dalam memandang dirinya sebagai makhluk ciptaan Allah SWT; dalam memandang dirinya sebagai bagian dari lingkungan yang diciptakan oleh Allah SWT. Dan dalam memandang dirinya sebagai bagian dari lingkungan sosialnya.
Langkah awal OPA, dalam mencapai tujuan tersebut adalah pada saat melakukan Pendidikan dan Latihan Dasar (DIKLATSAR). Dimana, secara tersirat dikemukakan bahwa sikap mental yang luhur, merupakan tujuan utama pembinaan generasi muda dalam pelaksanaan kegiatan OPA. Untuk itu, dalam pelaksanaan kegiatannya perlu dirancang suatu program yang multi aspek. Diantaranya, aspek mental, fisik, materil dan spiritual.
Rinayanti LN, dalam salahsatu artikelnya yang berjudul; “Diklatsar Pecinta Alam di Persimpangan Jalan”. Mengatakan bahwa, OPA, dalam melaksanakan kegiatannya, termasuk kedalam kategori olahraga alam bebas ini memiliki beberapa aspek yang harus terpenuhi, yakni aspek cinta alam, rekreasi serta aspek pendidikan jasmani dan rohani. Aspek cinta alam, mengandung unsure pendidikan dan unsure relegius. Unsure pendidikan berfungsi sebagai upaya pewarisan nilai-nilai. Seperti, nilai-nilai kejujuran dan solidaritas serta memberikan pelatihan kepada generasi muda untuk memegang fungsi dan peranannya dalam masyarakat. Sedangkan unsure relegius, yaitu dengan mengenal alam semesta dan keindahannya. Dan pada akhirnya, menumbuhkan kesadaran akan adanya yang menciptakan keindahan tersebut, yaitu Allah SWT. Tuhan Yang Maha Kuasa dan Pencipta segala-galanya. Selanjutnya, aspek rekreatif, yaitu aktivitas di waktu senggang. Rekreasi merupakan aktivitas yang sehat bagi mental, social dan fisik. Oleh karena itu, rekreasi dibutuhkan oleh setiap individu. Aspek pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan yang dilakukan secara sadar dan sistematis dalam rangka memperoleh kemampuan dan keterampilan serta kecerdasan dan pembentukan watak.
Organisasi Pecinta Alam, sebagai wadah untuk membina peserta didiknya, sesuai dengan ketentuan moral yang tertuang dalam Kode Etik Pecinta Alam. Dituntut untuk membina anggotanya agar memiliki kemampuan lebih dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya. Hal ini dimungkinkan, mengingat bahwa nilai-nilai yang ada dalam Kode Etik Pecinta Alam, disusun secara sistematis dan memiliki makna yang sangat tinggi, bila dikaji lebih dalam.
Semua nilai-nilai yang ada dalam Kode Etik Pecinta Alam, bila dikaji satu persatu, maka kiranya sudah cukup lengkap dijadikan sebagi pedoman bagi seluruh anggota OPA, baik itu Mapala, Kpa dan Sispala, untuk bersikap dan berperilaku sebagai manusia yang mencintai alam lingkungannya sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Setiap nilai moral yang terdapat pada Kode Etik Pecinta Alam, menunjukkan suatu hubungan, yaitu hubungan manusia dengan Alla SWT, hubungan sesame manusia dan hubungan manusia dengan lingkungannya. Untuk menjadi pecinta alam sejati, maka tiga hubungan tersebut harus selalu disejalankan dan diseiramakan, tidak boleh ada yang tertinggal atau terlupakan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar