Mengenai Saya

Foto saya
malino, Gowa Sulsel, Indonesia
Selamat Datang di Blog Kpa Spala Gowa. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Filosofi Hidup Dari Mendaki Gunung atau Pecinta Alam

Udah ada yang nonton Film Everest (2015). Film seputar pendakian gunung yang sangat memberikan pembelajaran bagi kita semua yang mempunyai hobi mendaki gunung atau pecinta alam. Diawali dengan motivasi tokoh utama, Rob Hall yang terlihat memungut sampah yang dilemparkan oleh kawannya, terkadang memang masalah klasik yang terjadi sampai saat ini dimanapun adalah masalah kebersihan gunung yang sejatinya harus dijaga dengan sangat, malah kebanyakan dijadikan tempat sampah. Terutama gunung-gunung yang ada di Indonesia raya ini. Sehingga tidak salah jika terkadang gunung menjadi tidak ramah kepada kita. Selain halnya perlakuan kita terhadap alam, terkadang ego lah yang akhirnya membuat kita celaka.
Alam akan mendengar apa yang kita ucap, jika kita rendah hati terhadapnya, maka alam pun akan lirih menerima kehadiran kita. Ego yang menggebu-gebu justru akan menyelakan kita saat diatas gunung. Sekali lagi mungkin kata ini pantas disampaikan kepada para pendaki yang ambisius ingin menggapai puncak namun masih banyak keterbatasan. “Puncak hanyalah bonus, kembali kerumah dengan selamat adalah tujuan utama”.

Kegiatan naik gunung di mata saya dapat diibaratkan sebagai suatu proses dalam menjalani kehidupan. Ada banyak tahapan proses kehidupan yang mungkin dapat diambil hikmahnya melalui aktivitas yang satu ini.

Dalam suatu perjalanan hidup, cita-cita terbesar adalah menuju kesempurnaan. Terkadang hidup itu penuh dengan halangan dan rintangan , serta belajar menggali segala rahasia kehidupan.

Perjalanan menuju cita-cita adalah proses yang menentukan setiap langkah kita. Setiap nafas serta detak jantung kita.

Setiap manusia mempunyai hak sama dalam memanfaatkan waktu dan dalam pengambilan keputusan akan dibawa kemanakah hidup kita ini. Hal ini berbanding lurus dengan pengalaman yang sudah saya rasakan saat mendaki gunung .

Hidup ini merupakan proses pembelajaran menuju lebih baik dan memahami akan cinta yang Tuhan berikan buat manusia di dunia ini.

Berikut Filosofi Kehidupan dari Naik Gunung yang admin lansir dari Forum Kaskus:

1. MENENTUKAN TUJUAN

Hal paling utama dari hidup seseorang adalah menentukan akan dibawa kemana dan akan dibuat seperti apa kehidupan seseorang tersebut.

Hal ini menggambarkan sebelum pendaki mencapai cita cita menaklukan gunung tentu sang pendaki tersebut harus menentukan salah satu dari banyak gunung yang ada serta kita harus menggali informasi tentang gunung tersebut dengan gunung yang memang cocok dengan karakteristik diri kita, jika hal pertama ini kita salah dalam menentukanya bisa jadi disaat perjalanan kita akan tersesat.

Pelajaran pertama adalah dalam suatu perjalanan hidup seseorang harus memilih dari sekian banyak pilihan hidup yang ada dan kita memang dituntut memilih apa yang memang sesuai dengan diri kita.

2. MENCARI TEMAN

Setelah kita menentukan suatu tujuan yang ingin dicapai tentu kita tak bisa hanya dengan kekuatan diri sendiri melainkan kita harus mencari seseorang dengan satu tujuan yang sama dan mempunyai suatu komitmen didalam diri untuk bersama menaklukan tujuan tersebut.

Sama halnya didalam perjalanan pendaki, tentu saja sangat dianjurkan untuk mencari teman dalam perjalanan dikarenakan manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup secara individual.

Pelajaran hidup yang kedua adalah dalam mencapai suatu cita cita kita pasti akan membutuhkan orang lain jadi disini sebelum mencapai tujuan tersebut kita harus cerdas dalam kehidupan bersosialisasi dengan orang lain.

3. PERSIAPAN

Tentu didalam setiap suatu perencanaan harus ada suatu persiapan yang sangat matang karena faktor ini akan mempengaruhi berhasil tidaknya suatu tujuan.

Sama halnya dalam mendaki gunung , seorang pendaki akan dituntut persiapan yang baik dari fisik sampai dengan peralatan yang akan dibawa jikalau seorang pendaki tidak mempersiapkan dengan matang bisa jadi didalam perjalanannya akan tidak sesuai apa yang diharapkan.

Dari penjelasan diatas dalam suatu tujuan hidup kita harus benar benar mempersiapkan sedari dini bisa jadi kalau kita tidak mempersiapkan untuk menempuh tujuan tersebut kita akan melenceng jauh dari apa yang sudah kita persiapkan dari awal.

4. START MENDAKI

Jika semua selesai dari perencanaan sampai yang terakhir persiapan tentu kita dihadapkan dengan suatu keputusan apakah masih ingin melanjutkan untuk menggapai anggan anggan tersebut atau berhenti sampai disini.

Jika kita lihat dari gambaran pendakian gunung tentu seorang pendaki akan melihat kembali kemampuan diri dan persiapan yang sudah dimilikinya apakah sudah layak dan siap untuk menaklukkan gunung tersebut atau apakah akan berhenti dan memilih mundur melihat banyak pendaki yang turun dari gunung tersebut yang terlihat lesu. Disini suatu kebijakan dari seorang pendaki akan diuji apakah dia akan lanjut atau berhenti.

Dari gambaran diatas didalam hidup manusia pasti akan menemui fase dimana seseorang harus memilih, jika seseorang melihat banyak contoh orang yang gagal dalam suatu pencapaian tujuan maka otomatis akan memberikan sugesti negatif kepada orang tersebut akan tetapi jikalau seseorang tersebut sudah merencanakan dengan mantap disertai persiapan yang matang maka dia akan melanjutkan perjalanan mencapai tujuan hidup tersebut.

5. PERJALANAN

Jika memang kita mantap melanjutkan mencapai sesuatu yang kita rencanakan maka kita akan melanjutkan dengan sekuat tenaga perjalanan dalam pencapaian cita cita . Didalam hidup manusia pasti tidak akan mulus mulus saja pati akan ada suatu rintangan dan hambatan yang selalu menguji seberapa kuat diri kita.

Sama halnya dengan mendaki gunung didalam perjalanannya seorang pendaki tidak akan menemui perjalanan yang landai saja akan tetapi akan dihadapkan dengan menaiki tanjakan menuruni lembah hingga harus bisa menjaga keseimbangan melewati berbagai lereng yang curam serta kita akan dihadapkan dengan kabut serta cuaca yang ekstrem,

Maka dari itu filosofi hidup yang bisa kita dapatkan adalah didalam setiap perjalanan untuk mendapatkan suatu tujuan kita tidak akan hanya dihadapkan dengan jalan yang mudah aja tapi kita harus bisa menghadapi halangan dan rintangan serta godaan dari orang lain. Dari penjabaran tentang proses mendaki tersebut bila kita gambarkan bahwa dalam proses mendaki itu adalah perjuangan, lembahnya adalah landasan iman kita, kabut dan cuaca ekstrem serta jurang adalah ujian kita.

6. ISTIRAHAT

Tentu saja didalam kehidupan ini pasti akan ada saatnya kita mulai merasa lelah menjalani rangkaian kehidupan ini. Kita perlu sejenak memenangkan pikiran kita untuk melanjutkan peralanan hidup yang akan datang.

Mendaki sebuah gunung juga pasti ada masa dimana kita harus merebahkan tubuh kita sedikit mengisi energi yang telah terkuras selama perjalanan tersebut.

Dalam hal ini di kehidupan nyata sangat terasa dimana kita dihadapkan berbagai ujian yang seakan datang bertubi tubi dan kadang kala kita merasa putus asa maka disini kita akan dihadapkan pada pencapaian yang seakan sia sia

7. Perjalanan Menuju Puncak

Sama halnya setelah hampir kita merasa putus asa pasti entah darimana kita termotivasi untuk melanjutkan perjalanan yang telah kita tempuh tersebut agar tidak sia sia.

Di dalam pendakian gunung hal ini merupakan hal penentu dimana seseorang dikatakan sukses dalam pendakian dilihat dari pencapaian akhirnya. Di perjalanan terakhir ini seorang pendaki tak akan membawa carrier lagi melainkan hanya akan membawa daypack saja untuk perbekalan. Semua perbekalan yang dirasa kurang tepat dan akan mengganggu akan ditinggal di pos terakhir dan semua ini membuat seorang pendaki terfokus dalam satu tujuan dengan perbekalan yang tepat.

Didalam kehidupan nyata hal ini adalah proses terakhir seseorang mewujudkan cita citanya dan disini orang yang dulunya mencari berbagai pengalaman hidup akan memilah pengalaman dan ilmu apa yang cocok dalam perjalanannya tersebut.

8. PUNCAK

Yang namanya puncak adalah pencapaian atau prestasi tertinggi yang diraih seseorang di posisi ini biasanya akan lebih menghormati jerih payahnya dalam perjalanan menuju titik ini dan disini orang akan melihat jerih payahnya dan bisa mengambil manisnya kehidupan.

Didalam pendakian memang puncak bukanlah tujuan sebenarnya akan tetapi disini tolak ukur perjuangan seorang pendaki dikatakan berhasil dimana seorang pendaki bisa sampai pada titik terakhir yaitu puncak. Di titik ini biasanya seorang pendaki disuguhi hamparan samudra awan serta melihat khatulistiwa dan seorang pendaki akan menengok kebawah untuk melihat alan pencapaian puncaknya .

Didalam kehidupan sebenarnya seseorang yang sudah mendapatkan posisi tertinggi dalam hidupnya biasanya akan menengok kebawah perjalanan panjang dalam kehidupan sebagai rasa bangga kepada diri sendiri yang sudah susah payah dalam perjalanan panjangnya sehingga bisa ada di titik ini. Di titik ini kita tak boleh terlena atas pencapaian ini akan tetapi sebenarnya kita harus sadar kita tak boleh berlama lama karena sesungguhnya titik terakhir itu adalah alam yang lain.

Sumber:
https://3gindonesia.id/read/2016/03/filosofi-hidup-dari-mendaki-gunung-atau-pecinta-alam/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

SELUK-BELUK LEMBAH TERBUANG

foto pendakian bersama Mt. Kalimbungan+ Lembah Terbuang 25-26 2015
Lembah Terbuang  pada mulanya disebut  masyarakat sekitar dengan nama Peddakia. Kata  peddakia sendiri berasal dari bahasa Konjo atau Bugis Makassar yang berarti tidak rata atau botak. Itu berarti Peddakia dapat diartikan sebagai tempat atau tanah datar yang berada ditengah hutan yang  tidak ditumbuhi pepohonan.
Tapi kebanyakan orang tidak puas dengan alasan diatas khususnya bagi para  penikmat alam bebas, mereka ingin mengetahui lebih rinci seputar tempat tersebut. Salah satunya KPA SPALA GOWA yang merasa tidak puas atas alasan diatas, serta rasa penasaran yang menghinggapi diri menekankan, ditambah lagi ketika mereka menemukan disekitar tempat tersebut sebuah pagar batu yang dianggap sudah berumur  ratusan bahkan  ribuan  tahun, serta banyak ditemukan  pohon markisa. Disaat  itulah  mereka yakin bahwa manusia pernah tinggal ditempat itu.


Dengan rasa penasaran yang terus menghinggapi maka, Kpa Spala, melakukan penyelidikan dan  mencari tahu sejarahnya, dengan cara bertanya pada masyarakat sekitar. Akan tetapi mereka dibuat bingun sebab, jawaban yang diberikan oleh masyarkat bermacam-macam. Ada yang mengatakan bahwa peddakia dulu dijadikan  tempat persembunyian dijaman penjajahan, ada yang mengatakan bahwa tanah dipeddakia mengandung minyak, ada juga yang mengatakan bekas longsor, bahkan ada yang mengatakan  tempat tersebut pernah dijadikan tempat sabung ayam dan  itulah kenapa tidak ditumbuhi pepohonan.


Tapi semua jawaban atau alasan diatas sangat  lemah dan  tidak dapat diterima karena, tidak ada yang dapat dijadikan  bukti, berupa bekas atau benda-benda  peninggalan disekitar tempat peddakia.


Seiring berjalannya waktu, Kpa Spala terus berusaha mencari informasi seputar peddakia yang dapat dipercaya. Hingga pada akhirnya mereka menemukan  titik terang dan  rasa penasaran yang selama ini menghantui mereka hilang, ketika Asri atau biasa dipanggil Gappank sebagai salah satu anggota Kpa Spala yang pernah di Diksaltar di Peddakia, tanpa sengaja menceritakan pengalamannya kepada Neneknya,yang bernama Dg. Tebong waktu melakukan  praktek  navigasi bersama tim kelompoknya, pada waktu itu dia menemukan sebuah Gunung yang tidak jau dari Peddakia. Diapun menanyakan  nama Gunung yang dia temukan  kepada neneknya, dan nama gunung itu adalah BONTO KALIMBUNGAN/BULU’ KALIMBUNGAN. Disaat itupula beliau  menceritakan  kepadanya bahwa ratusan tahun yang lalu, peddakia pernah dijadikan tempat tinggal oleh saudara orang tua neneknya, yang bernama PASSEGAI dan JUMBA nama istrinya. Dan untuk bertahan hidup ditempat itu dia bercocok tanam di lereng Bulu’ Kalimbungan. Akan tetapi sepasang suami istri ini tidak bertahan lama tinggal di Peddakia, karena pada saat pertama kali dia menanam Jagung, masa pertumbuhannya sangat lambat sekali, sebab jagung yang dia tanam bisa di panen saat berumur delapan bulan, padahal jagung biasanya sudah bisa dipanen saat berumur tiga bulan. Kemudian dia menggantinya dengan  menanam Keladi, tapi hasilnya masih tetap sama, masa pertumbuhannya masih tetap lambat, sebab umurnya sudah tujuh bulan tapi daunnya baru tujuh lembar.


Hingga pada akhirnya dia memutuskan untuk pergi meninggalkan Peddakia, karena dia berfikir tidak akan bisa bertahan  hidup ditempat itu lagi, sebab makanan yang tersedia dirumahnya sudah lama habis, dan tidak ada tanaman  lain yang bisa dipanen.


Dengan adanya sejarah diatas, maka Kpa Spala berniat menambah  nama Peddakia menjadi Lembah Terbuang atau Peddakia. Kami sengaja tidak menghilangkan nama peddakia dengan alasan menghargai dan  melestarikan  nama  yang diberikan oleh orang tua kita dulu. Kami juga menambahi nama Peddakia dengan Lembah Terbuang, dengan berbagai alas an. Karena disamping ada sejarahnya yng berkaitan dengan nama yang kami berikan, kami juga ingin memperkenalkan dan mempopulerkan kepada orang-orang, khususnya bagi para pecinta alam, bahwa ditempat kami, tepatnya di Desa Kanreapia, Kec. Tombolopao ada juga tempat yang strategis dijadikan tempat camp, sekaligus tempat pendiksaran.


Kemudian jarak yang ditempuh  menuju  ke Lembah Terbuang, hanya memakan waktu sekitar satu jam. karena jalur yang dipakai adalah jalur Kpa Spala yang tembus ke Gunung Bawakaraeng dan letak Lembah Terbuang, tepat berada di Pos Dua di jalur Kpa Spala. Jadi bagi sahabat alam  yang ingin ke Gunung Bawakaraeng, tidak ada salahnya jika anda mau  mencoba memakai  jalur kami, sekalian anda  bisa camp di Lembah Terbuang untuk menikmati keindahanya dan besoknya anda bisa  melanjutkan perjalanan ke Puncak. Kalau masalah  leader  teman-teman  tidak usah khawatir, karena kami siap menjadi  leader.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mengapa Kita Harus Naik Gunung?

Mengapa Kita Harus Naik Gunung?

Oleh: Dimas Putra Ramadhan


Manusia selalu takut akan bencana serta kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan olehnya namun tanpa disadarinya kerusakan yg paling parah justru berasal dari dalam manusia itu sendiri. Alam bisa mengontrol dirinya sendiri sementara tanpa kita sadari bencana kemanusiaan yang paling parah justru berasal dari manusianya itu sendiri.

Sosok pencinta alam sebagaimana yang kita ketahui adalah sosok yang diharapkan bisa menjadi pelopor dalam  menjaga serta melestarikan alam beserta kehidupan didalamya mencakup bagaimana dalam berpola serta berprilaku dalam kehidupan sehari-hari. Namun ironisnya, sebagaimana yang kita lihat dalam realita yang sementara berkembang justru sosok pencinta alam tidak (ataukah belum) berada dalam kondisi yang kita harapkan bersama.

Tidak ada yang salah dengan PENCINTA ALAMnya, sosok yang berada dalam PENCINTA ALAM tersebut yang tanpa dia sadari yang bertingkah seolah peduli namun kenyataannya tidak ambil pusing sama sekali akan keadaan tersebut. Alih-alih peduli akan Alam, peduli akan dirinya sendiri pun kita mungkin sepakat untuk mengatakan tidak!!! Apakah betul bisa kita katakan peduli apabila masih ada yang juga sosok pencinta alam yang masih mengkonsumsi minuman keras dan obat-obatan terlarang? Apakah ini yang kita namakan cinta?? tak ada dasar sama sekali akan hubungan yang simetris tentang menjaga kelestarian lingkungan beserta kehidupan didalamnya dengan masih mengkonsumsi barang-barang haram tersebut.

Belum lagi pengetahuan yang mendasar terkadang hanya dijadikan sebagai materi yang merupakan PROGRAM KERJA tanpa disadari akan pentingnya untuk dimiliki bagi setiap sosok tersebut. Bagaimana bisa untuk berbuat kalau kita tak tahu dan sama sekali tak paham? Maka yang ada di dalam kepala sosok tersebut hanyalah bagaimana untuk bisa SURVIVE ataukah keterampilan-keterampilan lainnya tanpa pernah mau untuk menyadari untuk apa dia harus pahami pengetahuan akan keterampilan tersebut. Apakah sosok pencinta alam tidak lagi harus belajar untuk mengetahui hal-hal yang lain selain daripada sekedar materi-materi ke-pencintaalam-an??

Sosok pencinta alam seolah-olah menjadi momok yang sangat menakutkan dalam setiap sisi kehidupannya. Arogansi, solidaritas buta, dan sebgainya bisa kita temukan di dalam sosok tersebut. Bagaimana tidak? Untuk bisa menjadi sosok pencinta alam harus melalui proses “diklat (atau apapun namanya)” yang notabene kekerasan bahkan ”MENCABUT HAK ASASI MANUSIA” bisa kita temui di dalamnya. Berarti setiap sosok pencinta alam bisa berpeluang untuk menjadi penjahat Hak asasi manusia? Sangat kontradiksi dengan kata CINTA yang ada didalam nama PENCINTA ALAM tersebut.

Tak ada yang salah dengan PENCINTA ALAM, yang (mungkin) salah adalah sosok-sosok yang dengan bangganya kebetulan berada didalamnya yang dengan kebanggaannya tak mau lagi mengerti apalagi sadar untuk apa dia berada didalam organisasi yang sebenarnya suci tersebut, yang (mungkin) salah adalah sosok-sosok yang dengan bangganya kebetulan berada didalamnya yang dengan kebanggaannya tak mau lagi untuk mendengar saran serta kritikan-kritikan dari luar seolah Cuma sosok pencinta alam saja manusia yang hidup. MANUSIA adalah Khalifah yang diturunkan untuk menjaga dan melestarikan Alam beserta seluruh kehidupan didalamnya, dan sosok pencinta alam bukanlah satu-satunya manusia di muka bumi ini. Seluruh warga bumi berhak untuk menjaga dan melestarikan Alam beserta seluruh kehidupan didalamnya.

Percuma naik gunung jikalau menaklukkan diri sendiri saja sulit untuk dilakukan. Seharusnya segala sisi-sisi kelam manusia bisa dikeluarkan bersamaan dengan bercucurannya keringat yang menetes dalam perjalanan menuju ke puncak gunung. Puncak gunung yang sebenarnya justru berada dalam diri manusia itu sendiri.

Rasa-rasanya memang betul perlu ditinjau kembali mengapa setiap sosok pencinta alam harus ke puncak gunung padahal alam bukan hanya gunung saja dan pencinta alam bukanlah pencinta gunung. Seharusnya setiap sosok pencinta alam mulai sekarang harus bisa untuk membuka mata dan hati untuk bisa melihat bahwasanya untuk menjaga serta melestarikan alam beserta kehidupan didalamnya harus berarti pula untuk bisa menjadi khalifah yang baik. Maksudnya, semoga bisa menjadi teladan yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Mulai untuk membuka mata bahwasanya dengan memperhatikan manusia lain beserta kondisi disekelilingnya hal itu berarti langkah awal untuk menuju ke puncak gunung yang sebenarnya. Bukan puncak gunung yang biasa kita daki bersama.

Jikalau tak berbenah dan segera mengevaluasi diri, bukan tidak mungkin PENCINTA ALAM bisa kehilangan kesuciannya didalam perjuangan yang sebenarnya mulia ini. Bagaimana di satu sisi bisa memanusiakan manusia dalam sebuah konteks kaderisasi  dan sementara disisi lain berperan aktif didalam tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini. Salam untuk sebuah perubahan yang kecil menuju sebuah perubahan yang lebih besar.  Mulia ataukah hinanya sebuah organisasi berawal dari kesadaran-kesadaran penghuninya yang membawa nama baik organisasinya. Karena sebenarnya kesalahan-kesalahan sosok bisa diindikasikan sebagai suatu kesalahan-kesalahan organisasi yang menaungi sosok tersebut. Berpijak dari hal yang kecil untuk kemudian dihadapkan dengan realita-realita  dan membentuk sebuah kesadaran kritis dalam berpola serta berprilaku dalam kehidupan sehari-hari.  Semoga ide-ide yang tulus akan selalu selaras dengan realita-realita yang baik.

Salam Lestari. Never stop exploring and loving!

Sumber:
https://gispala.wordpress.com/2012/12/04/sebaiknya-renungkan-kembali-mengapa-kita-harus-naik-gunung/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Apa yang Kau Cari, Hai Pendaki?

Apa Yang Kau Cari, Hai Pendaki?

Oleh: Dimas Putra Ramadhan



Lewat obrolan virtual itu  kau bertanya tentang petualangan-petualanganku. Tentang seberapa banyak puncak tinggi yang pernah kugagahi. Juga tentang seberapa luas rimba raya yang telah kucumbui. Selebihnya kau hanya bercerita tentang petualanganmu saja, tanpa titik koma. Padahal jika bisa kau  tatap mataku saat itu, tentu kau akan tahu jika sebenarnya aku enggan mendengar ceritamu.


Beberapa tahun yang lalu aku juga sama sepertimu kawan. Ketika secarik kain berwarna ungu itu baru saja melingkar di leherku. Saat benak ini hanya dipenuhi oleh satu obsesi. Mendaki, mendaki dan mendaki, itu saja. Namun, di tengah perjalanan akhirnya aku baru sadar akan sesuatu. Tak harus menjadi seorang pencinta alam, jika kau hanya ingin berpetualang! Sebab, mendaki sebenarnya bisa dilakukan oleh siapa saja. Bukan hanya aku atau kamu, tapi juga mereka.


Kurasa mendaki itu cuma butuh tiga hal saja kawan. Duit yang cukup di tangan. Sedikit ketrampilan serta kekuatan. Dan, yang terpenting adalah belas kasihan. Yah, belas kasihan, itu yang paling dibutuhkan oleh seorang petualang. Bukankah karena sebuah belas kasihan Tuhan,  puncak tinggi itu bisa kita gapai dengan tangan? Bukankah karena setitik sifat Rahman-NYA pula kita bisa selamat  pulang, dan kembali berkumpul dengan keluarga?.


Kawan, mendaki itu bukan sebatas menumpuk dokumentasi di situs jejaring pribadi. Bukan pula ajang pembuktian sebagai seorang pencinta alam yang jantan. Jika itu saja yang ada dalam pikiranmu, kurasa kau masih belum memahami esensi dari mendaki. Dari setiap cucuran keringat, disitu ada mutiara hikmat. Dalam setiap perjalanan, disitu pula ada makna pelajaran tentang kehidupan.


Saat kau dirundung gila tenar dan sanjung. Cobalah untuk berdiri di puncak tinggi itu. Lihat kawan, adakah sorak sorai tepuk tangan penonton yang mengitarimu. Adakah spanduk “selamat datang” yang menyambutmu? Mungkinkah pula ada sebuah tropi yang bisa kau angkat tinggi-tinggi sebagai tanda kemenanganmu?


Saat kau di puncak tinggi itu, mungkin saja kau merasa lebih tinggi dari segalanya. Coba tengok di sekelilingmu. Kanan, kiri dan juga  yang ada di atasmu. Lihat, bandingkan dirimu dengan bentang alam yang menghampar di sana. Bayangkan dirimu ada diantaranya, itulah sebenarnya dirimu. Kau tak lebih hanyalah sebuah noktah yang mungkin tak nampak jika ditatap dari kejauhan. Masihkah kau merasa lebih tinggi? Jadi, kenapa kita merasa seakan mampu memegang matahari? Bukankah di atas langit masih ada langit kawan? Tak mungkin  kita mampu menggapai matahari itu. Bahkan untuk menatapnya saja, kau tak akan kuasa oleh silaunya.


Berada di puncak yang paling tinggi, bukan berarti kita telah menjadi pemenang sejati.  Jangan lupa kawan, semakin tinggi tempat kita berdiri, semakin kencang pula angin yang menerpa di kanan kiri. Posisi tinggi dalam kehidupan bukanlah jaminan tidur kita akan menjadi aman sekaligus nyaman. Sebab, bisa jadi ada angin dari luar sana yang akan menerpamu secara bertubi-tubi. Sekencang-kencangnya, tanpa kau sadari dari arah mana datangnya. Bahkan acapkali angin itu mencoba menjatuhkanmu hingga posisi serendah-rendahnya. Tapi, santai saja kawan. Bukan itu yang perlu kamu takuti. Jadikan saja ikhlas dan sabar sebagai tameng  untuk menahan terpaan angin di luaran sana.


Kuhanya takut  hembusan angin kecil dalam diri yang justru akan menggoyahkan kaki penopang kita berdiri. Tiupan angin dalam hati bernama sombong, riya’ dan dengki, itulah yang harus kita waspadai. Jangan biarkan tiupan itu semakin berhembus, menerobos dinding hati ini. Sebab, jika itu menjadi kebiasaan, bisa jadi akan menjadi sindrom saat usia senja nanti. Saat rambutmu telah dipenuhi uban, kau masih saja sibuk berebut pujian. Saat keriput mulai membalut kulitmu, kau pun masih saja bernafsu memburu jempol-jempol itu.
Kawan, bukan berarti aku antipati pada kata-kata mendaki. sebab, hingga hari ini petualangan itu masih kusenangi. Mungkin saja aku sedang jemu untuk melakukannya. Seperti halnya kejemuanku pada dunia abstrak yang sedang kulakoni lewat layar mini ini. Mungkin ada baiknya kita berbincang tentang hal yang lain saja. Sesuatu yang lebih pencinta alam tentunya. Tentang periculum in mora. Atau tentang alam raya yang butuh sentuhan sayang dari tangan kita. Kenapa kita enggan perbincangkan  jernih sungai yang sekarang berubah bak comberan? Kenapa kita tak berdiskusi lagi tentang burung-burung yang enggan bernyanyi kala pagi hari?


Mungkin lain waktu kubiarkan ransel gunung itu kembali memijat lembut punggungku. Mungkin lain hari aku akan kembali mendaki sepertimu. Tapi, tentu saja bukan bermaksud untuk menjadi yang lebih tinggi, atau mungkin meninggi. Sebab, mendaki itu kulakoni ‘tuk sekedar mengasorkan diri.

Salam Lestari !

Sumber: https://gispala.wordpress.com/2013/07/15/apa-yang-kau-cari-hai-pendaki/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Jika Mengaku Suka Mendaki dan Peduli Lingkungan, 7 Perilaku Ini Wajib Kamu Lakukan Saat Mendaki Gunung.

“Jangan tinggalkan apapun selain jejak, jangan bunuh apapun selain waktu, dan jangan ambil apapun selain gambar.”(Etika Pendakian)


Mendaki gunung adalah kegiatan outdoor yang belakangan ini makin banyak peminatnya. Banyak alasan kenapa seseorang mendatangi gunung, mulai dari alasan bijak nan filosofis, sekadar eskapis, ingin menikmati alam, atau yang memang hanya ingin mendaki, serta alasan subjektif lainnya.

Sah-sah saja tiap individu memiliki alasan apapun, tak perlu kita bersikap nyinyir jika kita mendapati pendaki yang memiliki alasan hanya mengikuti tren apalagi ditunjang dengan kostum serta equipment yang jauh dari safety standart, karena yang jauh lebih harus diperhatikan adalah bagaimana para pendaki itu tetap menjaga kebersihan dan kelestarian alam.

Sayangnya, semakin hari semakin banyak orang yang melakukan pendakian ke gunung tidak disertai dengan kesadaran untuk menghormati lingkungan. Masih ada perilaku tidak baik dan cenderung tidak bertanggung jawab yang dilakukan beberapa pendaki yang bisa merusak ekosistem, untuk contoh yang jelas adalah membuang sampah sembarangan.


Keadaan seperti ini semakin darurat, sehingga perlu ditumbuhkembangkan kesadaran untuk berperilaku menghormati diri sendiri, orang lain serta alam selama pendakian. Jika kamu ngaku suka mendaki dan cinta alam, berikut 7 perilaku yang wajib kita indahkan ketika mendaki gunung:

1. Sampahmu adalah tanggung jawabmu, jangan jadikan gunung sebagai tumbalnya. Kemasi sampahmu, bawa kembali ke bawah, dan buanglah pada tempat sampah.

“Gunung Bukan Tempat Sampah”, kalimat yang sering kita baca dan dengar, tapi tetap saja kita masih menemukan sampah menumpuk bahkan berceceran di gunung. Kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan serta kesadaran untuk membawa semua sampah kita kembali ke bawah masih kurang.

Sebut saja Ranu Kumbolo, di sebelah barat tak jauh dari pos, akan banyak kita jumpai sampah, atau Gunung Lawu, dan yang terbaru dan parah adalah sampah di Pulau Sempu. Enggak peduli siapapun kalian, sekeren apapun penampilan kalian, kalau kalian membuang sampah sembarangan, apalagi di gunung, maka itu perbuatan yang nggak keren sama sekali, sungguh kebiasaan yang buruk, merugikan, dan memalukan.

Sampah-sampah yang dibawa oleh para pendaki gunung sebagian besar adalah sampah berupa plastik botol, bungkus dan styrofoam, puntung rokok dll. Sampah plastik butuh waktu 500-1000 tahun untuk bisa terurai oleh mikroorganisme, sedang styrofoam tidak bisa terurai sama sekali. Bisa bayangkan jika itu menggunung hingga berbentuk piramida di tempat-tempat terindah yang ada di muka bumi ini?

Sampah-sampah tersebut menyebabkan polusi tanah, sehingga struktur tanah perlahan akan rusak dan tidak lagi subur. Belum lagi jika sampah-sampah tersebut mencemari pasokan air tanah di gunung. Masih tegakah kita mencemari alam yang selama ini keberadaannya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup kita? Mari kita pikirkan baik-baik.

2. Selalu bawa trashbag agar sampahmu tak berceceran. Kalau perlu, pungut juga sampah-sampah yang kamu temui selama pendakian.

Trashbag atau kantung sampah, salah satu perlengkapan yang wajib dibawa selama pendakian, baik bagi mereka yang melakukan solo hiking atau yang berkelompok. Minimal dalam satu kelompok ada satu trashbag. Fungsinya apa? Sudah jelas untuk menampung sampah-sampah kita selama di gunung, serta sampah-sampah lain yang kita temukan selama pendakian.

Jika kita sudah tahu betapa daruratnya sampah-sampah yang sengaja ditinggalkan oleh para pendaki lain, alangkah baiknya jika kita langsung bertindak. Paling tidak kita tidak ikut membuang sampah. Ini adalah bentuk cinta dan kepedulian kira paling konkret kepada gunung dan lingkungan alam. Tak ada gunanya jika kita cuma mengeluh dan mengutuki para pendaki lain yang seenaknya buang sampah.

Mulai dari diri sendiri, paling tidak teman-temanmu akan mulai mecontoh tindakanmu ini. Jadilah pelopor pendaki gunung benar-benar peduli dan mencintai alam. Jika kamera profesional yang lumayan berat saja kita sanggup membawanya, kenapa kita malas-malasan membawa turun sampah-sampah yang kita temui di gunung?

3. Tegur secara halus mereka yang membuang sampah sembarangan.

Tak harus menjadi pegawai Perhutani atau petugas Balai Konservasi, atau aktivis lingkungan untuk bisa menegur pendaki lain yang sedang membuang sampah sembarangan. Perilaku membuang sampah sembarangan adalah tindakan yang tidak bisa dibiarkan!

Penyimpangan perilaku ini bisa menular pada pendaki lain untuk melakukan kecenderungan serupa jika dibiarkan. Sekecil apapun sampah yang mereka buang, misal bungkus permen atau plastik pembungkus madu sachet-an, tetaplah itu sampah yang berpotensi merusak alam.

Tegur dengan kalimat yang baik dan sopan, kalau ditegur baik-baik malah nyolot, hajar saja langsung pendaki tersebut, itupun kalau kalian berani. Kalau tidak berani ya sudahlah, ambil sampah yang dia buang masukkan ke trashbag yang kita bawa. Tak perlu diceramahi betapa kita harus menjaga kebersihan, memberi contoh dengan perbuatan sepertinya adalah hal yang lebih baik dan lebih soutif.

4. Pastikan tujuanmu mendaki gunung adalah untuk menikmati keindahannya, bukan untuk berburu dan membunuh satwa-satwa di sana.

Ini bukan era seperti di film Apocalypto, jadi enggak usah berburu binatang untuk bisa makan, atau membunuh hewan apapun yang kita temui selama perjalanan. Selama hewan tersebut tidak sedang mengincar kita sebagai mangsa. Beda lagi cerita kalau ternyata posisi kita sedang terancam, maka dengan terpaksa kita harus melumpuhkan atau membunuh hewan tersebut.

Tujuan kita adalah mendaki, bukan berburu, jadi jika menemukan ayam hutan, burung, atau hewan lain yang bisa dimakan, tak usahlah kita sok keren dengan memburu mereka sebagai santapan makan siang atau makan malam.

5. Selalu berbuat baiklah pada alam dan gunung yang kamu tapaki, jangan merusak keindahan alamnya dengan memetik edelweiss atau vandalisme.

Atas nama cinta dan keabadian, Edelweiss adalah bunga yang seharusnya tetap berada di gunung, jadi enggak usah sok romantis dengan memetiknya sebagai oleh-oleh buat pacar atau orang yang kita sayang, atau meski hanya ingin kita simpan di sudut kamar.

Perilaku lain yang bisa merusak alam adalah mencabut atau memotong tanaman apalagi yang termasuk tumbuhan langka, menebang pohon, atau menggoreskan nama kita dan bahkan pacar kita pada batang sebuah pohon, itu bukan tindakan yang romantis, tapi norak, iya.. norak.

Kalian merokok? Itu terserah kalian, tapi jika kalian membuang puntung rokok sembarangan di hutan, apalagi yang masih ada nyala apinya, itu adalah perbuatan yang tak bisa ditoleransi, karena banyak kasus kebakaran hutan justru dipicu dari puntung rokok. Sekecil apapun tindakan yang sekiranya merusak dan merugikan alam, jangan pernah lakukan itu.

6. Jaga etika dan kesopanan selama pendakian, penting untuk saling menghormati sesama pendaki lainnya.

Etika dan kesopanan di sini tidak hanya mencakup level norma sosial, semisal melakukan tindakan asusila selama pendakian, tapi lebih ke tataran bagaimana kita berinteraksi dengan alam dan pendaki lain selama perjalanan. Larangan untuk tidak mengucapkan atau melakukan hal yang jorok atau tabu mungkin sudah sering kita dengar, tapi ada hal lain yang juga harus diperhatikan, yaitu menjaga keselarasan dengan pendaki lain.

Misal, saling menyapa atau sekadar bertukar senyum saat berpapasan, menawari makan atau minum saat kita sedang makan, atau saat malam mulai larut ketika beberapa pendaki sudah banyak yang istirahat dalam tenda masing-masing, maka kita tak harus bercanda dengan teman dengan suara yang keras sambil tertawa terbahak-bahak. Kita bebas melakukan itu tapi ada hak orang lain juga yang harus kita hormati. Sebuah kebebasan yang bertanggung jawab.

7. Satu lagi sebagai catatan: Gunung bukan toilet terbuka, jangan buang kotoran di sembarang tempat.
Jadi, jika hendak ingin buang hajat, jangan di area yang dekat dengan jalur pendakian, atau di sekitar camp area, apalagi di dekat sumber mata air. Carilah tempat tersembunyi, kalau perlu gali tanah lebih dahulu. Untuk contoh, di sisi sebelah selatan dan tenggara Ranu Kumbolo, banyak sekali kotoran manusia yang berada di jalan setapak.

Itu benar-benar kurang etis, mengganggu, dan merusak kenyamanan. Jangan hanya memikirkan diri sendiri dan seenaknya saja, kita juga harus menghormati pendaki lain dan alam itu sendiri pastinya.

Alam dan gunung Indonesia itu indah, jangan dirusak dengan perilaku-perilaku tak bertanggung jawab yang bisa merusak keindahannya. Tugas kita sekarang bukan sekadar menjaga kebersihan dan kelestarian alam sebagai hal yang akan diwariskan buat anak cucu kita, tapi yang lebih utama adalah bagaimana kita juga menyiapkan dan mendidik anak cucu kita supaya bisa menghormati, menjaga dan tetap melestarikan alam, tak hanya di Indonesia, tapi juga di dunia.


Sumber: http://www.hipwee.com/daripembaca/jika-mengaku-suka-mendaki-dan-peduli-lingkungan-7-perilaku-ini-wajib-kamu-lakukan-saat-mendaki-gunung

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Diklatsar PA Dipersimpangan Jalan

DIKLATSAR PECINTA ALAM DI PERSIMPANGAN ANTARA PENDIDIKAN SPORTIFITAS DAN RELIGIUSITAS
 Oleh : Rinayanti Ln 

Pendidikan baik secara formal di sekolah maupun secara informal di keluarga dan secara non formal di masyarakat, dilaksanakan untuk mencapai maksud agar setiap anak didik sebagai warga masyarakat Indonesia menjadi manusia yang utuh. 

Pendidikan tidak hanya berarti menyampaikan pengetahuan, tetapi juga merekomendasikan nilai-nilai yang benar, baik, indah dan transedental (Sauri S ,2004:41) Pendidikan sebagai interaksi edukatif, diantaranya memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu seperti dikemukakan oleh Rohani A dan Ahmadi A, (1995:97-98), yakni sebagai berikut: 1. ada tujuan yang akan dicapai; 2. ada bahan yang mengisi proses; 3. ada guru/instruktur yang melaksanakan; 4. ada peserta didik yang aktif mengalami; 5. ada metode tertentu untuk mencapai tujuan.

Untuk menjadi warga negara yang baik, banyak wadah organisasi yang membina dan membekali para peserta didik agar kelak memiliki sikap, wawasan dan berprilaku yang baik. Salah satu wadah pembinaan yang dipersiapkan untuk mendidik karakter, kecakapan, menumbuhkan nilai kecintaan kepada lingkungan, menimbulkan kesadaran akan eksistensi peserta didik sebagai makhluk dari Khalik-nya dan memiliki kesediaan dan pelayanan terhadap orang lain adalah Himpunan Pecinta Alam.

A. Organisasi Pecinta Alam 

Keberadaan organisasi pecinta alam di masyarakat luas maupun di lingkungan dunia pendidikan formal pada awalnya sering diharapkan menjadi wadah untuk menempa diri pada lingkungan alam bebas. Sehingga organisasi pecinta alam di dalam melaksanakan kegiatannya sering disebut dengan olah raga alam bebas. Berbagai program kegiatan akan dialami oleh calon anggota, sebelum mereka berhak mendapat keanggotaan organisasi pecinta alam tertentu, di mana pada akhirnya diharapkan dapat memunculkan generasi yang tangguh sekaligus mencintai kelestarian alam. 

Dalam perkembangannya aktivitas organisasi pecinta alam secara kwantitas semakin meningkat dan cukup menggembirakan, namun secara kwalitas perlu pembinaan yang lebih baik dan terarah. Meskipun mencintai alam semula bersifat hobi semata, namun dengan tumbuhnya organisasi pecinta alam yang memberi wadah aktivitas yang terprogram kegiatan, di lapangan maupun kegiatan-kegiatan yang lain dapat meningkatkan prestasi maupun profesionalisme. 

Kegiatan himpunan pecinta alam merupakan bagian dari kegiatan ekstrakurikuler. Adapun tentang definisi ekstrakurikuler berikut ini dikemukakan oleh John M. Echol dan Hasan Sadily (9:1979), bahwa kegiatan dapat diartikan sebagai salah satu kesibukan. 

Berdasarkan pengertian tersebut, kegiatan dapat diartikan pula sebagai suatu partisipasi atau suatu keterlibatan seseorang. Sedangkan pengertian ekstrakurikuler menurut Indra Djati Sidi (1:1992) adalah kegiatan ekstra atau tambahan (tentu tidak wajib) yang dilakukan manusia di luar jadwal aktivitas kurikuler yang wajib seperti kuliah, praktikum, seminar dan berbagainya. 

Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan siswa atau mahasiswanya di luar kampus yang bertujuan agar siswa/mahasiswa dapat memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan mendorong pembinaan sikap, nilai dan penerapan pengetahuan dan kemampuan yang lebih dipelajari dari berbagai mata kuliah dalam kurikulum baik program ini maupun non-inti. Selanjutnya Djati Sidi, Indra (2:1992) mengemukakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah suatu wadah serta proses kerja sama sejumlah mahasiswa yang terlibat dan terikat dalam hubungan formal dalam rangkaian hierarki untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 

Ekstrakurikuler memberikan pelatihan bagi mahasiswa tentang kepemimpinan, berorganisasi, kemampuan mengelola, sosialisasi yang kurang atau tidak terdapat dalam kegiatan kurikuler. Selain itu kegiatan ekstrakurikuler memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk memperluas spektrum wawasan dalam berbagai hal yang merupakan salah satu pernyataan agar seseorang dapat lebih kreatif dan inovatif. Menurut Sumaatmadja, Nursid (54: ), tentang wadah kegiatan yang bersifat ekstrakurikuler adalah sebagai berikut : 

Gerakan Pramuka dan Himpunan Pecinta Alam, yang secara khusus memiliki program dan pembina yang berhubungan dengan pendidikan lingkungan. Hanya yang perlu ditekankan di sini yaitu bahwa pembinaan sikap mental yang luhur terhadap kesadaran ruang, kesadaran ekologi, dan kesadaran lingkungan harus secara sungguh-sungguh tertanam disini. Secara tersirat dikemukakan bahwa sikap mental yang luhur merupakan tujuan utama pembinaan generasi muda dalam kegiatan himpunan pecinta alam. Untuk itu dalam pelaksanaan kegiatannya perlu dirancang suatu program yang terintegrasi meliputi aspek mental, fisik, materil dan spiritual.

 Langkah awal Himpunan Pecinta Alam dalam upaya mencapai tujuan tersebut adalah Pendidikan dan Latihan Dasar (DIKLATSAR), yang harus dijalankan oleh calon anggota, untuk meraih predikat anggota dan selanjutnya berkiprah sebagai anggota dan menjalankan status dan perannya sebagai anggota pecinta alam.

 Organisasi pecinta alam dalam melaksanakan kegiatannya termasuk ke dalam kategori olah raga alam bebas, di mana olah raga alam bebas ini memiliki beberapa aspek yang harus terpenuhi, yakni aspek cinta alam, aspek rekreasi, serta aspek pendidikan jasmani dan rohani.

 Aspek cinta alam mengandung unsur pendidikan dan unsur religius. Unsur pendidikan memiliki fungsi sebagai upaya pewarisan nilai-nilai dan kepercayaan. Nilai-nilai seperti kejujuran, solidaritas, gotong-royong. Pendidikan juga berfungsi memberi latihan kepada generasi muda untuk memegang fungsi dan peranan dalam masyarakat. Menurut Iqbal (K.G. Saiyidain, BA., M.Ed., dialihbahasakan oleh M.I. Soelaeman, 1981;171): Pendidikan itu hendaknya bersifat dinamis dan kreatif dan diarahkan untuk memupuk dan memberikan kesempatan gerak kepada semangat kreatif yang bersemayam dalam diri manusia serta mempersenjatainya dengan kemauan dan kemampuan untuk menguasai bidang seni dan ilmu pengetahuan yang baru, kecerdasan dan kekuatan.

 Jadi pendidikan dimaksud hendaknya merupakan pendidikan yang diilhami oleh suatu keyakinan yang optimis tentang tujuan akhir manusia. Penjabaran kegiatan pendidikan yang menggambarkan interaksi edukatif yang bersifat normatif adalah adanya kesamaan keyakinan tentang tujuan pendidikan atau proses belajar mengajar yang akan dilakukan. Misalnya, guru atau instruktur dan peserta didik harus meyakini bahwa Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia. Demikian pula dalam proses Pendidikan dan Latihan Dasar (DIKLATSAR) Anggota Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam, instruktur dan peserta didik harus meyakini bahwa Kode Etik Pecinta Alam merupakan pedoman hidup dalam mencintai alam dan lingkungan sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.

 Himpunan pecinta alam sebagai salah satu wadah pembinaan generasi muda dengan sengaja membina peserta didiknya sesuai dengan ketentuan moral yang tertuang dalam Kode Etik Pecinta Alam, sebagai peserta didik dituntut memiliki kemampuan dan nilai lebih dalam menginternalisasikan nilai yang tertuang dalam kode etik tersebut yang dapat dijadikan sebagai pedoman tingkah laku. 

 Pendidikan dan Latihan Dasar Pecinta Alam (DIKLATSAR PA ) pada prinsipnya mencakup 6 (enam) nilai dalam Kode Etik Pecinta Alam, namun semua nilai tersebut menunjukkan arah agar sikap seorang pecinta alam sejati adalah seseorang yang memiliki sikap religius yang tinggi, karena nilai-nilai yang terkandung dalam Kode Etik memiliki makna kecintaan manusia kepada Tuhannya, kecintaan manusia kepada alam ciptaan Tuhan, kecintaan manusia kepada makhluk ciptaan Tuhannya dan mengekspresikan kecintaan manusia kepada Tuhannya, dalam bentuk menjaga dan memelihara alam agar serasi dan seimbang. 

Harapan yang muncul setelah peserta didik menjadi seorang anggota Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam akan memiliki kepribadian yang lebih baik serta memegang teguh nilai-nilai yang terkandung dalam Kode Etik Pecinta Alam. 

 Harus diakui, masih sedikit sekali organisasi pecinta alam yang telah melakukan kegiatan pendidikan dengan melibatkan berbagai aspek secara integral, meskipun telah ada di beberapa organisasi pecinta alam di kota besar. Kemiskinan muatan ‘multi aspek’ dalam tubuh organisasi pecinta alam inilah yang perlu menjadi bahan keprihatinan. 

 Pada kenyataannya nilai yang tertuang dalam Kode Etik Pecinta Alam, belum seluruhnya dimiliki oleh setiap anggota kelompok pecinta alam. Masih terdapat pengertian yang salah kaprah terhadap bentuk-bentuk kegiatan yang dilaksanakan kelompok pecinta alam. 

Pada pelaksanaannya kegiatan pendidikan pecinta alam pada umumnya lebih memberikan kesan kepada kegiatan yang bersifat menumbuhkan kekuatan fisik semata, sehingga pelaksanaan pendidikan dasar himpunan pecinta alam lebih diwarnai dengan kegiatan fisik di lapangan sedangkan aspek non fisik berupa kegiatan kerohanian yang menyentuh nilai-nilai dan memunculkan sikap religius pada anggotanya seperti diskusi tentang kebesaran Allah dengan segala hasil ciptaan-Nya atau kegiatan melakukan ibadah shalat secara berjamaah jarang dilakukan dan biasanya kegiatan tersebut dianggap sebagai kegiatan bersifat pribadi dan individual. Pada akhirnya fenomena seperti itu menumbuhkan kesan di masyarakat bahwa himpunan pecinta alam adalah kelompok pemuda yang urakan, bebas, hura-hura, dan cenderung tidak peduli terhadap lingkungan disekitarnya.

 Tidaklah heran bilamana pada anggota yang dihasilkan dari pendidikan dasar tersebut masih terdapat individu-individu yang berperilaku seenaknya yang menandakan bahwa mereka belum betul-betul menghayati nilai-nilai yang hendaknya dimiliki oleh seorang pecinta alam. Perilaku seenaknya dan kurang bertanggung jawab seperti membabat tanaman dan pepohonan seenaknya untuk lokasi mendirikan tenda dan membuat api unggun, membuang sampah seenaknya, atau bahkan membawa dan meminum minuman keras. Individu-individu seperti itu jelas belum sesuai dengan tujuan pendidikan dasar atau Kode Etik Pecinta Alam, namun demikian individu-individu seperti itu seringkali masih dijumpai pada kelompok-kelompok pecinta alam. 

Idealnya manusia sebagai khalifah Allah SWT dimuka bumi wajib memelihara alam, sebagaimana Allah SWT menciptakan dan memeliharanya dalam keadaan teratur, tertib, seimbang dan indah. Dimana satu sama lain komponennya saling tergantung atau patuh kepada aturan-aturan Allah SWT karena alam ini diperuntukan Allah SWT bagi manusia, maka manusia wajib mengolah dan memanfaatkannya sesuai dengan amanah yang memberikannya (disarikan oleh Z.S. Nainggolan, Al-Quran Surah Al-Baqarah; 2:164, Al-Hajj; 22:5-7, Al-Naml; 27:88, Al-Mulk; 67:1-5, Al-Sajadah; 32:7, Al-Jumu’ah; 62:1, Al-Naml; 16:14-18). 

 Fenomena sosok pecinta alam yang belum dapat mengamalkan dan menginternalisasikan nilai-nilai yang tertuang dalam Kode Etik Pecinta Alam, menyebabkan pentingnya penekanan visi dan misi organisasi pecinta alam dalam melaksanakan pendidikan dan latihan dasar (DIKLATSAR) yang bertujuan membentuk anggota yang memiliki fisik dan mental yang tangguh dalam kehidupannya sehari-hari. 

 Jika melihat uraian karakteristik Himpunan Pecinta Alam dan Kode Etik yang dimiliki, maka betapa pentingnya Pendidikan dan Latihan Dasar (DIKLATSAR) bagi calon anggota Himpunan Pecinta Alam, karena sebagai salah satu program yang bersifat ekstrakurikuler, maka Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam memiliki tanggung jawab untuk menjadikan anggotanya sebagai anggota yang memiliki kepribadian yang ideal.

 B. Tujuan DIKLATSAR PA

 Bila mengacu kepada nilai–nilai yang tertuang dalam Kode Etik Pecinta Alam maka, maka dapat dikemukakan bahwa tujuan Diklatsar PA hendaknya merupakan integrasi dari kegiatan yang bersifat pendidikan jasmani dan rohani. Ada baiknya , uraian berikut ini dijadikan sebagai acuan penentuan tujuan Diklatsar PA , yakni :

 Tujuan pendidikan dasar mahasiswa pecinta alam, sebagai organisasi ekstrakurikuler mendukung usaha-usaha pencapaian tujuan pendidikan nasional. Kegiatannya yang bersifat fisik dan non fisik sehingga diharapkan seorang anggota himpunan pecinta alam lebih memahami dan menghayati dirinya sebagai seorang yang memiliki nilai lebih dalam memandang dirinya sebagai makhluk al-Khaliqnya, dalam memandang dirinya sebagai bagian dari lingkungan yang diciptakan oleh Allah SWT, dalam memandang dirinya sebagai bagian dari lingkungan sosialnya.

 Untuk mengungkapkan gambaran empiris tentang perubahan perilaku, tingkat internalisasi nilai-nilai dalam Kode Etik Pecinta Alam dalam sikap religius Pecinta Alam setelah mengikuti pendidikan dasar Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam, serta upaya dalam menemukan format pendidikan dasar Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam yang sesuai dengan peningkatan prestasi, menyangkut materi pendidikan dasar, metode, dan evaluasi. 

 Membuat “Kurikulum” Program DIKLATSAR PA, dalam format yang disesuaikan secara normatif, tergantung kepada dimana “home base” organisasi tersebut berada, misalnya; Kurikulum antara Org PA yang profesional, seperti Skygers, ORAD, Atau Penyelenggara ‘Out bond’, akan berbeda dengan Kurikulum Diklatsar PA LPTK atau Diklatsar PA Universitas. 

 Sudah saatnya Pecinta Alam memiliki satu kurikulum dasar dalam melaksanakan pendidikan secara nasional. meskipun begitu tidak bisa dipungkiri bahwa masing-masing organisasi memiliki kurikulum sendiri, yang diklaim mungkin terbaik menurut mereka dibandingkan kurikulum Diklatsar PA yang lain. Untuk mempersatukannya memang agak sulit, namun bukan berarti tidak bisa, diperlukan ekstra kerja keras, dari semua pihak dan yang paling utama adalah adanya fasilitator yang bisa mempersatukan PA-PA ini. dan fasiltator yang paling tepat adalah pemerintah. 

 Secara tersirat dikemukakan bahwa sikap mental yang luhur merupakan tujuan utama pembinaan generasi muda dalam kegiatan himpunan pecinta alam. Untuk itu dalam pelaksanaan kegiatannya perlu dirancang suatu program yang terintegrasi meliputi aspek mental, fisik, materil dan spiritual. 

Langkah awal Himpunan Pecinta Alam dalam upaya mencapai tujuan tersebut adalah Pendidikan dan Latihan Dasar (DIKLATSAR), yang harus dijalankan oleh calon anggota, untuk meraih predikat anggota dan selanjutnya berkiprah sebagai anggota dan menjalankan status dan perannya sebagai anggota pecinta alam.

 Organisasi pecinta alam dalam melaksanakan kegiatannya termasuk ke dalam kategori olah raga alam bebas, di mana olah raga alam bebas ini memiliki beberapa aspek yang harus terpenuhi, yakni aspek cinta alam, aspek rekreasi, serta aspek pendidikan jasmani dan rohani. Aspek cinta alam mengandung unsur pendidikan dan unsur religius. Unsur pendidikan memiliki fungsi sebagai upaya pewarisan nilai-nilai dan kepercayaan. Nilai-nilai seperti kejujuran, solidaritas, gotong-royong. Pendidikan juga berfungsi memberi latihan kepada generasi muda untuk memegang fungsi dan peranan dalam masyarakat. Makna religius yang terdapat pada aspek mencitai alam, maksudnya adalah dengan mengenal alam semesta maka manusia akan percaya adanya Yang Maha Kuasa, Maha Pencipta. Dalam kesempatan menikmati betapa indahnya alam semesta manusia mulai bertanya pada dirinya, seperti dikemukakan oleh RF. Beerling : ... pada dasarnya manusia yang berfikiran secara filsafat senantiasa meninjau dirinya sendiri. Biarpun dia tidak tegas mempersoalkan dirinya sendiri. 

Demikian juga di dalam al-Qur’an (QS. Al-Jatsiyah; 12-13) disebutkan bahwa : Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar dengan seijin-Nya, dan supaya kamu dapat mencari sebagian dari kesenangan dan mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan Dia menunjukkan unukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya sebagai rahmat daripada-Nya. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. (QS. Al-Jatsiyah; 12-13) 

 Konsep di atas menunjukkan bahwa dalam kegiatan mencintai alam setiap insan pecinta alam terlibat dalam proses bersikap setia dan taat akan aturan atau tata nilai dan kaidah-kaidah organisasi pecinta alam. 

 Aspek rekreatif, artinya bahwa rekreasi adalah aktivitas di waktu senggang. Rekreasi merupakan aktivitas yang sehat bagi mental, sosial dan fisik sebagai pelengkap dari aktivitas kegiatan sehari-hari, karena itu kegiatan rekreasi diperlukan oleh setiap individu. 

Aktivitas pecinta alam akan memberikan kesegaran baik fisik maupun mental, menumbuhkan rasa gembira dan puas diri serta membangun kembali vitalitas tubuh dan sifat-sifat energik dalam kehidupan sehari-hari baik bersifat kelompok maupun individu. 

 Aspek pendidikan jasmani dan olah raga, adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani dalam rangka memperoleh peningkatan kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan kecerdasan dan pembentuk watak. Unsur-unsur dasar aktivitas jasmani, yaitu : (1) pembentuk watak, (2) pembentuk prestasi, (3) pembentuk sosial, serta (4) pertumbuhan badan. 

 Pada dasarnya pendidikan dan latihan dasar (DIKLATSAR) Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam memiliki tujuan untuk membentuk manusia yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Nilai keimanan dan ketakwaan dalam kehidupan individu, masyarakat dan kehidupan bernegara di Indonesia merupakan nilai yang sangat mendasar, sebagai konsekuensi dari Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila, yang harus dihayati dan diamalkan oleh seluruh warga negara Indonesia. Karena tanpa memiliki keimanan yang benar dan ketakwaan yang mantap tidak mungkin tercapai masyarakat modern berdasarkan Pancasila yang dicita-citakan masyarakat Indonesia (Djamari, 1994:2). 

Ketakwaan individu terhadap Tuhan Yang Maha Esa menentukan kadar hubungan dengan sesamanya. Oleh karena itu sesungguhnya merupakan kewajiban luhur bagi manusia untuk selalu membina sifat cinta kasih dalam dirinya agar pribadinya lebih dekat dengan Tuhannya. Manusia ditugaskan untuk menebarkan cinta dan kasih sayangnya bukan hanya antar manusia saja, melainkan kepada segenap isi alam, baik benda hidup maupun benda mati, seperti air, tanah, pepohonan dan sebagainya. Sebagaimana firman Allah Taala (QS. 26:183) berikut ini: “Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan berbuat kerusakan”. 

 Dengan perkataan lain orang yang bertakwa adalah orang yang melaksanakan rukun iman dan Islam atau apa yang disandang oleh orang muslim. Terlepas apakah konotasinya lengkap atau tidak, konsep takwa adalah konsep Islam yang disumbangkan kepada Tujuan Pendidikan Nasional (Yusuf Amir Feisal, 1995:73). 

 Berdasarkan uraian diatas, jelaslah dapat ditarik kesimpulan bahwa Pendidikan dan Latihan Dasar (DIKLATSAR) Pecinta Alam merupakan operasionalisasi tujuan pendidikan nasional dalam kegiatan ekstrakurikuler dimana Pancasila ditempatkan sebagai falsafah pendidikan, dan menempatkan ketakwaan manusia Indonesia pada posisi yang paling utama. Dengan demikian seorang anggota himpunan pecinta ditempa sedemikian rupa dalam DIKLATSAR, untuk lebih dapat melihat, merasakan, mengaggumi ciptaan-Nya, sehingga diharapkan makin kuat dalam hal agama dan imannya dan dijabarkan dalam sikap yang religius.

C. Nilai-nilai dalam Kode Etik Pecinta Alam 

Organisasi Pecinta Alam sebagai organisasi yang dengan sengaja membina peserta didiknya sesuai dengan ketentuan moral yang ada dalam Kode Etik Pecinta Alam, dituntut untuk membina anggotanya agar memiliki kemampuan lebih menginternalisasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya, hal ini dimungkinkan mengingat bahwa nilai-nilai dalam Kode Etik Pecinta Alam disusun secara sistematis dan memiliki makna yang sangat tinggi. 

 Berikut ini adalah keseluruhan nilai yang terdapat dalam Kode Etik Pecinta Alam yang digunakan sebagai pedoman tingkah laku dan ketentuan moral para anggota Himpunan Pecinta Alam. 

KODE ETIK PECINTA ALAM SE-INDONESIA 

 Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa alam beserta isinya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
 Pecinta Alam Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Indonesia sadar akan tanggung jawab kami kepada Tuhan, bangsa dan tanah air.
 Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa pecinta alam adalah sebagai makhluk yang mencintai alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. 
 Sesuai dengan hakekat di atas dengan kesadaran kami menyatakan : 

 1. Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, 

2. Memelihara alam beserta isinya serta menggunakan sumber alam sesuai dengan kebutuhannya, 

3. Mengabdi kepada Bangsa dan tanah air, 

4. Menghormati tata kehidupan yang berlaku pada masyarakat, 

5. Berusaha mempererat tali persaudaraan antara pecinta alam sesuai dengan azas pecinta alam, 

6. Berusaha saling membantu serta saling menghargai dalam pelaksanaan pengabdian terhadap Tuhan, bangsa dan tanah air,

 7. Selesai.

 Apabila dikaji isi dari butir-butir nilai yang dalam Kode Etik Pecinta Alam yang terdapa di atas, maka kiranya cukup lengkap untuk dijadikan pedoman bagi seluruh anggota Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam, baik yang terdapat di lingkungan pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi, untuk bersikap dan berperilaku dalam rangka hidup sebagai manusia yang mencintai Alam Lingkungannya sebagai Ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.

 Disamping nilai-nilai moral lainnya yang telah dijadikan pedoman hidup seluruh Bangsa yang nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila yang dijadikan pedoman hidup bangsa Indonesia dalam rangka hidup berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

 Selaku anggota Himpunan Pecinta Alam, peserta didik senantiasa berpegang kepada janji moral, yaitu Kode Etik Pecinta Alam, ketentuan moral tersebut merupakan prinsip dasar yang dipakai sebagai pedoman menjalankan segala aktivitasnya dalam program kegiatan organisasinya. Setiap nilai yang terdapat dalam Kode Etik Pecinta Alam menunjukkan suatu hubungan, baik vertikal maupun horizontal. Kewajiban ini harus dilakukan dalam perbuatan nyata oleh setiap anggota, sebagai realisasi dari nilai-nilai yang telah diterima dan dipahami dalam Pendidikan dan Latihan Dasar (DIKLATSAR) Pecinta Alam.

 Hubungan horizontal sebagai suatu kondisi dalam manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial mempunyai naluri dan kewajiban agar bergaul dan berinteraksi dengan sesamanya. Terlebih lagi hubungan vertikal, yakni antara manusia dengan Tuhan-nya, segala tingkah laku dan sikap manusia pada dasarnya bertujuan untuk menunjukkan kesadaran manusia sebagai makhluk Tuhan, sehingga perilaku yang muncul diharapkan dapat mencerminkan sikap religius yang tinggi, yang dijabarkan dalam interaksi, dengan sesama manusia, dengan lingkungan alam dan yang terutama dengan Tuhannya.

 E. Sikap Religius Anggota Pecinta Alam yang Sesuai dengan Nilai-nilai dalam Kode Etik Pecinta Alam 

Sikap merupakan suatu kesiapan dari individu untuk bertindak. Kesiapan yang dimaksudkan adalah berhubungan dengan pemikiran dan perasaannya terhadap sesuatu obyek sebelum individu tersebut tertindak. 

Sejalan dengan pendapat tersebut, Witherington (1982:10), mengemukakan : “Sikap adalah hal yang berhubungan dengan cara-cara berpikir dan berasa terhadap soal-soal yang mengandung nilai”. Ellis (tanpa tahun:228), mengemukakan tentang sikap, yaitu “Attitude involve some knowledge of situation. However, the essential aspect of the attitude is found in the fact that some characteristic feeling or emotion is experinced and as we would accordingly espect, some definite tendency to action is associated”.

 Menurut Ellis, yang sangat memegang peranan penting di dalam sikap adalah faktor perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi atau respons, atau kecenderungan untuk bereaksi. Dalam beberapa hal, sikap merupakan penentu yang penting dalam tingkah laku manusia. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like), atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakannya atau menjauhi / menghindari sesuatu. 

 Dari definisi-definisi sikap yang telah diuraikan di atas, jika diperhatikan sebagian besar dari definisi atau pendapat tersebut selalu tercantum kata kecenderungan, yang memberikan arti adanya kesediaan atau kesiapan mental dan syaraf yang berpengaruh dan bersifat mengarahkan respon individu terhadap obyek atau situasi. Jadi sikap belum merupakan tindakan melainkan baru merupakan suatu kesiapan (readiness). Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Nurkancana, Wayan dan Sunartana (1982:249) bahwa sikap akan memberi arah kepada perbuatan dan tindakan seseorang. 

 Berdasarkan gambaran di atas, maka sikap religius terbentuk atau berubah, bermula dari stimulus yang telah diterima berupa materi DIKLATSAR PECINTA ALAM melalui proses perhatian, pengertian. Jadi melalui komponen kognisi dan afeksi.

 Oleh karena itu keberhasilan proses tersebut di atas tergantung dari kemampuan belajar anggota Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam, yang pada umumnya ditunjukan atau dapat dilihat dari prestasinya. 

Akhirnya dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sikap religius yang sesuai dengan nilai-nilai Kode Etik Pecinta Alam adalah kesiapan atau kecenderungan bertindak religius dari para anggota Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam yang sesuai dengan nilai-nilai dalam Kode Etik Pecinta Alam. Yang terdiri dari komponen kognisi yakni pemahaman anggota Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam terhadap sikap religius yang sesuai dan nilai-nilai yang tertuang dalam Kode Etik Pecinta Alam, komponen afeksi yakni keyakinan emosional anggota Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam terhadap sikap religius yang sesuai dan nilai-nilai yang tertuang dalam Kode Etik Pecinta Alam, dan komponen konasi yakni kecenderungan untuk berperilaku dari anggota Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam yang sesuai nilai-nilai yang tertuang dalam Kode Etik Pecinta Alam dimana kecenderungan tersebut mungkin positif atau mungkin negatif.

 F. Nilai Sportifitas dalam DIKLATSAR PA 

 Manusia adalah gabungan antara aspek fisik, mental, spiritual, sehingga bila terjadi proses pendidikan hendaknya mencakup multiaspek tersebut. 

 Dalam Diklatsar kegiatan operasional biasanya dikembangkan dalam berbagai divisi kegiatan misalnya :, divisi Hutan Gunung, Arung Jeram, Penelusuran Gua, Panjat Tebing dan divisi lingkungan. Inilah kegiatan PA yang disebut dengan kegiatan yang menumbuhkan nilai sportifitas, karena disamping mempersyaratkan kondisi fisik yang prima, juga diperlukan nilai sportifitas yang tinggi pada sikap dari setiap anggota PA tersebut. 

Dalam perkembangannya, kegiatan operasional pada pecinta Alam seringkali mengalami pasang surut tergantung kepada kuantitas peminat, dalam hal ini anggota PA yang memutuskan untuk memilih ‘spesialisasi tersebut. Untuk mengatasi keadaan tersebut ada baiknya ditempuh beberapa langkah, misalnya adanya pendivisian dan pembuatan kurikulum operasional. Pendivisian dimaksudkan agar regenerasi di masing-masing divisi terus berjalan dan kurikulum operasional merupakan acuan berkegiatan bagi anggota Pecinta Alam di dalamnya terdapat materi-materi operasional dan materi penunjang lainnya. Dari kurikulum operasional ini dibuat sebuah schedule kegiatan sebagai panduan untuk semua kegiatan operasional. Pengaturan jadwal kegiatan lapangan dibuat agar tidak terjadi benturan jadwal kegiatan antara sesama divisi di operasional dan bidang-bidang lain di dalam organisasi PA tersebut. 

G. Penutup 

 Tulisan ini hanya sekedar ‘percikan’ ide yang terlontar begitu saja, berdasarkan pengamatan dari diklatsar-diklatsar yang kerap dilaksanakan oleh organisasi PA, khususnya di Perguruan Tinggi. 

Tulisan ini merupakan ‘percikan ‘ unek-unek, bahwa Diklatsar keseringan secara operasional lebih mengarahkan peserta didik agar memiliki fisik yang kuat dan tangguh melalui latihan-latihan (exercise) fisik tegas dan disiplin,..Namun pada kenyataannya, bahwa aktifitas penguatan fisik ini jarang diimbangi dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat rohaniah/keagamaan/religius, secara terstruktur terdapat dalam kurikulum Diklatrsar PA. Sehingga keseringan dilakukan secara individual…

 Bukankah kalau kurikulum tersebut bersifat multiaspek antara fisik, mental, spiritual,.. kelak diharapkan sosok Pecinta Alam adalah sosok yang sportif, tangguh dan religius,..sebagaiamana tujuan awalnya ingin mencintai alam, sebagai penjabaran dari pengakuan adanya Sang Maha Pencipta.. Wallahu Alam.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS